Jumat, 04 Mei 2018

Indonesia Anak Bawang Islam Dari Timur

Ketika seorang Muslim mempergunjingkan Arab dengan segala keburukan yang meluap dari kepalanya. Tidakkah ia menghiraukan perasaan Nabinya yang notabene lahir di Tanah Arab, bermoyang Arab, bertumpah darah dan berbudaya Arab, berkerabat dan bersahabat orang Arab? Bagaimana ia bisa mengabaikan perasaan Junjungannya sementara ia begitu mendewakan ego kesukuannya dan mematok harga mati bagi kehormatan tanah airnya sendiri sebetapapun berjubel keburukan yg tersemai di dalamnya.

Ketika kita memahami kemana sebenarnya gagasan Islam Nusantara itu dibidikkan, maka sungguh patutlah kita bertanya tentang apa yang sebenarnya hendak diperjuangkan dengan Islam Nusantara. Keluhuran Kalimatullah dan tegaknya Sunnah Rasulullah ataukah hanya membanggakan kemegahan leluhur nenek moyang dan ketenaran budaya kita?

Paskah penetapan Indonesia sebagai Negara Muslim yang ”katanya” memiliki toleransi beragama yang tinggi dibantu dengan adanya Pancasila dan secarik kertas genggaman garuda tertulis “Berbeda-beda tapi tetap satu” dalam sidang PBB tempo lalu. Kiranya telah membuat sekelompok organisasi besar negara kita dengan tergopoh-gopoh menawarkan Islam Nusantara sebagai sebab intinya.

Mereka dengan seenak hati mengatakan “Islam datang dari Arab dan besar di Arab. Sedangkan zaman ini adalah masa fitnah dan lahirnya Islam Nusantara demi menangkal fitnah tersebut. Dimana Islam Arab-lah yang membuat orang senang berperang dan bertikai dengan sesama, maka orang Arab mesti belajar Islam Nusantara agar bisa hidup rukun seperti bangsa kita.”

Kemudian menghiasi sebuah konsep yang masih “prematur” tersebut dengan Islam yang toleransi, berperadaban, berkebudayaan dan berakhlak. Mengambil sampel setengah masak bahwa Islam hadir di Indonesia dengan jalan damai atas kesadaran sendiri tanpa menerukan lebih lanjut jalannya sejarah.

Mendengar itu kita pun bertanya, Islam yang bagaimana yg dianut oleh bangsa Arab? Apakah ajarannya berbeda dengan Islam yang dianut warga Nusantara?

Jika benar bangsa Arab merupakan bangsa yang kurang berbudaya dan beradab akibat menelan ajaran yang kurang sempurna dari sisi adab kemanusiaan, maka ini sungguh merupakan tudingan yang jelas-jelas menyesatkan dan termakan buku-buku karya para orientalis.

Kita ingat, sejarah peradaban manusia tak pernah sunyi dari pertikaian antar sesama terjadi di setiap periode generasi dan di segenap penjuru negeri. Bukan hanya di zaman lampau namun juga di masa kini. Bukan hanya di gurun sahara namun juga di lautan dan di gunung yang penuh hutan belantara. Bukan sekadar di deretan negeri khatulistiwa namun juga di tepian kutub utara, yang mana tragedi pertumpahan darah juga ramai menghiasi dan menjejali lembaran sejarah Nusantara tanpa terkecuali.

Jika kita menengok lembaran sejarah kelam Nusantara mulai era kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya di Sumatera, kerajaan Kutai Martadipura di Kalimantan, kerajaan Tarumanegara dan Mataram Hindu di bawah wangsa Sanjaya dan Syailendra di Jawa, lalu bersambung dengan kerajaan Medang dan Kahuripan yang kemudian terpecah menjadi Janggala Singasari dan Panjalu Kadiri dan terakhir menjelma menjadi Majapahit, kemudian berlanjut dengan era kerajaan Islam seperti Samudera Pasai di Aceh dan Demak di Jawa yg melahirkan raja-raja Mataram Islam , hingga berikutnya masuk ke era pemerintahan modern sedari orde lama hingga orde reformasi. ternyata lembar demi lembar sejarah Nusantara menyimpan seabrek prestasi pembunuhan kejam perebutan tahta, pembunuhan Ulama, pembantaian rakyat sipil dan lain-lain.  Bahkan belum lama berlalu dari ingatan kita tragedi saling bantai di Maluku, Sambas, Sampit dan Poso yang begitu merindingkan bulu kuduk kemanusiaan karena teramat mengerikan, belum lagi tragedi berbau anyir darah di berbagai wilayah seperti tragedi Mei 98, perang antar desa di banyak daerah, tawuran pelajar yg marak di berbagai kota ... dsb...dsb ...

Dengan menyimak tragedi pembantaian manusia yang terjadi antar sesama anak bangsa di bumi Nusantara yang begitu memilukan ini. Adakah kita lantas mengatakan ajaran leluhur kita bisa menjadi solusi? atau barangkali Pancasila kita belum sepenuhnya sakti untuk bisa menangkal kesemuanya?

Mengapa ketika persengketaan dan pergesekan berdarah itu terjadi di hamparan gurun Arabia, lantas kita dengan teganya menjadikan Islam yg dipeluk oleh orang Arab sebagai kambing hitamnya. Kurang ketimuranlah, kurang tasamuhlah, kurang tawasuthlah. sehingga kemudian kita dengan tergopoh-tergopoh menawarkan solusi Islam Nusantara, yang padahal bumi Nusantara juga tak kunjung sepi dari tragedi serupa.

Sungguh solusi yang kurang cerdas untuk digagas. Barangkali gelar ”Islam paling moderat” yang dilabelkan para kuffar dalam sidang PBB membutakan mata kita sehingga seenaknya menohok apa yang menjadi kecintaan Nabimu?

أحبوا العرب لثلاث : لأنني عربي، وكلام أهل الجنة عربي، والقرآن الكريم باللغة العربية

"Cintailah Arab karena tiga hal; karena aku seorang Arab, percakapan penduduk Surga adalah (bahasa) Arab dan al-Quran al-Karim (diturunkan) dengan bahasa Arab".

حب العرب من الإيمان وبغضه نفاق

"Mencintai Arab sebagian dari iman, sedangkan membencinya merupakan sifat kemunafikan."
Jika anggapan yang begitu keji disematkan pada Islam Arab dan berusaha mengukuhkan Islam sebagai referensi baru dalam berislam yang moderat tapi bila terjadi kekisruhan dikalangan nusantara mereka akan jauh-jauh mengais referensi dari kalangan Ulama Arab. Tidak bisakah kalian konsisten dengan merujuk referensi-referensi hasil karya Ulama nusantara saja. Karena kalian sendiri yang mengajukan Islam Nusantara sebagai standar kemoderatan.




Selasa, 01 Mei 2018

Hari Buruh, Komunis, Demokrasi, dan Islam

Sebagai penikmat buku-buku paham kiri (komunis-sosialis) saya tergugah untuk menuliskan ihwal tentang Hari Buruh internasional. Dimana tanggal 1 Mei dinobatkan sebagai hari peringatannya. Saya rasa ini menarik sekali. Hari Buruh, Komunis, Demokrasi, dan Islam.

1. Buruh

“Buruh” seperti dijelaskan dalam Wikipedia, berarti: manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada pemberi kerja atau pengusaha atau majikan.

Buruh identik dengan gerakan-gerakan reformasi kaum kiri. Sebagai bukti konkrit lambang kaum kiri adalah palu arit dan celurit. Melambangkan pekerja kasar dan petani. Dan lokomotif terbesar dalam proses revolusi Rusia yang dikenal dengan “Revolusi Bolshevik” adalah kaum buruh. Sebagai pertanda bangkitnya Uni Soviet dengan paham komunis.

Itulah sebab negara-negara yang haluannya bersebrangan dengan kaum kiri (Komunisme, red) contohnya demokrasi sangat mengekang dan bersikap awas terhadap para buruh. Kemerdekaan mereka diambil dan dipekerjakan oleh “kaum borjuis” dimana mereka ini berkuasa penuh dan diuntungkan dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Sehingga dengan ditetapkan 1 Mei sebagai Hari buruh tentu memiliki dampak tersendiri demi kesejahteraan kaum buruh.

2. Komunis dan Demokrasi

Sistem komunis lebih condong kepada pemerataan ekonomi sedangkan demokrasi lebih cenderung mengeruk kekayaan tanpa batas. Sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Sebagai sebuah ideologi pemerintahan komunis dengan sistem ekonomi sosialis, maka tentu saja sistem ini bertentangan dengan ideologi pemerintahan demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalis. Belum lagi perbedaan mencolok demokrasi menjunjung tinggi liberalisme dan kebebasan pers yang bertolak belakang dengan komunis. Membuat keduanya saling bersebrangan dalam segala hal dan sempat bersitegang hampir setengah Abad lebih berebutan pengaruh di dunia ini.

Untuk memetakan saya beri gambaran umum antara demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalisnya dan komunis dengan sistem ekonomi sosialisnya. Saya misalkan seperti ini:

“Ada dua desa. Dan satu-satunya akses pertemuan kedua desa ini adalah sebuah jembatan. Tapi seiring waktu jembatan ini hancur. Pertanyaannya bagaimana kedua sistem tadi dalam membangun jembatan yang rusak?

Kalau kita pakai sistem demokrasi ekonomi kapitalis maka ada sekelompok Borjuis (perusahaan/orang kaya, red) yang membangun jembatan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, tanah pinggirannya juga digarap untuk memperindah jembatan. Tapi bila jembatan sudah jadi jembatan akan “dikomersialkan” dan setiap yang lewat harus membayar. Contoh jembatan Suramadu.

Kalau kita menerapkan sistem komunis dengan ekonomi sosialis maka yang dilakukan tiap-tiap kepala keluarga dari kedua desa mengumpulkan dana misalnya Lima Puluh Ribu sesuai dengan anggaran sederhana pembangunan jembatan. Ketika sudah jadi maka jembatan itu milik bersama dan setiap orang bebas melewatinya."

Dari paparan sederhana itu kira-kira mana sistem paling baik?

Setelah runtuhnya Komunis diakhir Abad ke-20 otomatis tidak adalagi saingan sistem demokrasi yang dipelopori Amerika Serikat. Dan satu-satunya ancaman terbesar setelah runtuhnya komunisme adalah “Islam.”

Kenapa saya memakai tanda kutip? Karena tidak semua penganut Agama Islam adalah musuh bagi Amerika. Selama mereka sejalan dengan kebijakan dan aturan main Amerika Serikat maka mereka aman.

Terus Islam seperti apa yang dianggap musuh oleh Amerika Serikat?

Yaitu penganut Islam yang berusaha membangun Islam lebih dari sekadar Agama. “Islam adalah tanah air, kebangsaan dan Negara.”  Slogan inilah momok menakutkan bagi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya untuk menjauhkan kita dari politik. Sehingga tidaklah hiperbolis jika saya anggap bahwa kejadian  11 September 2001, adalah hal yang  dikonspirasikan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Bahwa Uni Soviet telah kalah pada Abad 20. Dan memaklumkan perang diawal dekade Abad 21 kepada Umat Islam. Penganut Agama Islam diwacanakan sebagai sebagai Agama teroris. Tentunya perang yang dilancarkan dengan cara berbeda. Ghozwullfikr (perang pemikiran).

3. Komunisme, Demokrasi dan Islam

Dalam sejarah Indonesia kita tercinta tampaknya ada Disconnection antara anak bangsa dan paham komunis paska tragedi G30S/PKI. Ditambah lagi anggapan bahwa  komunisme anti Agama dan Atheis.

Memang benar dalam prinsipnya Komunis tidak percaya akan Agama. Tapi tidak melarang Agama. Buktinya PKI (Partai Komunis Indonesia) dasar fraksinya adalah Sarekat Islam pimpinan Musso, Syafruddin Prawiranegara, Semaun, adalah tokoh-tokoh yang dikenal sebagai Muslim. 

Dan dalam sejarah Indonesia, Uni Soviet sebagai kiblat Komunisme turut andil membantu Indonesia dalam pembebasan Irian Jaya Barat. Yang ketika itu masih dikuasai Belanda dengan akomodasi lansung dari Amerika Serikat. Dan hal ini menjadi sebab Ir. Soekarno begitu meng-anakemas-kan PKI. Dan menjadi sebab juga Indonesia satu-satunya negara yang keluar dari PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa). Karena tidak sepantasnya dalam Perang Dingin ketika itu PBB ditempatkan di Amerika Serikat yang tidak lain pihak yang berkonfrontasi lansung dengan Uni Soviet.

Selain itu yang patut disayangkan muncul “anekdot-anekdot”  dan interpretasi(penafsiran ulang) berlebihan bahwa Demokrasi sejalan dengan Islam dan menganggap Komunis adalah pilihan yang salah.

Kalau kita merunut lebih jauh memang benar dalam demokrasi sejalan dengan Islam “tapi” tidak semua. Sama kedudukannya dengan Komunis. Mau bukti?

Dalam karya Magnum Opus Ahmad Mansur Suryanegara dengan judul Api  Sejarah ada sebuah Hadis Mauquf (Disandarkan pada sahabat) secara literal seperti ini:

“Khalifah Umar Ra berjalan-jalan di kota Madinah dan menemukan sebuah lahan kosong yang tidak dipergunakan. Khalifah kemudian menanyakan siapa pemilik lahan ini. Fulan mengatakan ini milik Fulan. Khalifah mendatangi Si Fulan dan menanyakan perihal lahan kosong itu. Ternyata Si Fulan tidak ingin memakai lahannya karena hanya membutuhkan sekian persegi saja untuk kambing-kambingnya merumput. Atas insiatif Umar Ra maka tanah itu disita dan dimasukkan sebagai milik Negara.”

Dari sini kita bisa melihat Wajhdilalah dari Hadis di atas. yang sejalan juga dengan sistem komunis dimana segalanya adalah milik negara dan dipergunakan untuk kemajuan negara.

Jadi harus dibedakan antara komunis dan atheis. Paradigma masyarakat umum menganggapnya sama saja, tapi itu dua hal yang jelas berbeda, seperti jelasnya antara siang dan malam. Dan apapun isme-isme yang berkembang di dunia semuanya memiliki kesamaan dengan Islam kalau kita mau reinterpretasi lebih jauh walaupun itu harus mengorbankan makna aslinya.


Tapi bukan berarti adanya kecocokan suatu isme/paham tidak berarti mengunggulkan dari paham Islam yang sebenarnya. Kalau bisa memilih Islam sebagai ideologi pemerintahan yang lebih sempurna dari demokrasi dan komunis, mengapa kita menolak sistem itu (khilafah, red)?