Kafe memang tempat yang nyaman untuk berkumpul dan bersantai. Di
sana kita bisa menjernihkan pikiran dan suasana hati bersama orang-orang
terdekat seperti kawan, kerabat, dan bahkan kolega. Suasana di kafe dibangun
dengan suasana yang inklusif sehingga setiap pengunjung dapat mencurahkan hati
dan pikirannya kepada kawannya dan disana kita dapat menambah teman baru atau
sekedar bertemu dengan orang-orang baru.
Namun, perlu diketahui bahwa ternyata kafe tidak sebatas tempat
berkumpul. Kafe ternyata telah menjadi tempat yang sangat vital untuk bertukar
pikiran. Sebab, kafe merupakan tempat yang sarat dengan semangat egaliter.
Bahkan, terkadang, pikiran-pikiran yang muncul dan bertransformasi di dalamnya
pun adalah pikiran-pikiran yang segar dan revolusioner. Dikutip dari National
Public Radio (How Coffee Influenced The Course Of History), organisasi
media yang bertugas sebagai sindikasi bagi radio penyiaran publik di Amerika
Serikat mengungkapkan, bahwa kafe ternyata memiliki andil yang sangat
signifikan di dalam perumusan pikiran-pikiran yang menghasilkan
peristiwa-peristiwa bersejarah dan fakta-fakta kemanusiaan. Hal itu disebabkan
karena kopi mampu membuat orang berpikir dan kafe merupakan tempat yang
egaliter sehingga fakta kemanusiaan dan peristiwa penting seperti Revolusi
Perancis dan Revolusi Amerika direncanakan di kafe atau kedai kopi.
Tak hanya di Eropa, ternyata kopi dan kafe telah lebih awal dikenal
di dunia Arab. Kopi sebagai minuman pertama kali dipopulerkan oleh orang-orang
Arab. Biji kopi dari Abessinia dibawa para pedagang Arab ke Yaman dan mulai
menjadi komoditas komersial. Meski demikian, keberadaan kopi, sebagaimana di
Eropa, di dunia Arab tidak sebatas minuman kopi. Kopi di dunia Arab juga
menjadi entitas yang telah ikut andil dalam melahirkan berbagai pikiran mulai
dari sufisme, politik, sastra dan pikiran-pikiran lainnya.
Dikutip dari BBC (Coffee and Qahwa: How a drink for Arab mystics
went global), penanaman kopi paling awal adalah di Yaman dan orang-orang
Yaman menamainya qahwa, yang sebenarnya berarti anggur. Para Sufi di
Yaman menggunakan kopi untuk meningkatkan konsentrasi mereka, bahkan dijadikan
minuman untuk mencapai kemabukan spiritual (spiritual drunkenness) ketika
mereka meneriakkan nama Tuhan. Pada tahun 1414, kopi sudah sampai di Mekah dan
pada awal 1500-an kopi telah menyebar ke Mesir melalui pelabuhan Yaman Mocha.
Pada saat itu kopi masih identik dengan Sufi, dan pada saat itu beberapa kedai
kopi tumbuh di Kairo di sekitar Universitas al Azhar.
Dengan sejarahnya yang cukup panjang di dunia Arab, tak
mengherankan jika kopi dan kafe menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Arab
termasuk para pemikir, sastrawan, mistikus, dan bahkan politisi. Misalnya di
Mesir, di sana terdapat banyak kafe yang digunakan oleh para pemikir,
sastrawan, dan politikus salah satunya adalah kafe Al-fisyawi. Dalam
majalah Fikr Al-tsaqafah (Asyhur Al-maqahi Al-adabiyah Al-alamiyah) disebutkan
bahwa, kafe Al-fisyawi adalah salah satu kafe populer tertua di
Kairo. Kafe tersebut telah berusia hampir tiga ratu tahun. Ia didirikan oleh
Fahmi Fishawi pada tahun 1760.
Selama beberapa dekade, kafe Al-fisyawi telah menjadi “sarang”
penulis, penyair, seniman, filosof, dan intelektual seperti Najib Mahfuz, Yusuf
Siba’i, Yusuf Idris, Ali Abdullah Saleh, dan Ihsan Abdul Quddus. Dari kalangan
pejabat juga ada mantan Presiden Aljazair Abdel aziz Bouteflika, mantan
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Anwar Sadat, dan Gamal Abdul Nasir dan
bahkan juga dari kalangan pemikir dunia seperti filosof eksistensialis
Jean-Paul Sartre dan pacarnya Simone de Beauvoir dan masih banyak lainnya pernah
menyeruput kopi di Al-fisyawi.
Kafe dan kopi menjadi semacam magnet yang mampu menyatukan semua
kalangan masyarakat sehingga tidak mengherankan banyak terjadi transformasi
pikiran di dalamnya. Misalnya, bagi Najib Mahfudz sendiri kafe adalah semacam
tempat untuk mencari ide dan alur cerita karya sastranya yang kemudian hari
menjadi fakta-fakta kemanusiaan yang mampu menciptakan transformasi sosial
masyarakat mesir pada saat itu. Kafe baginya adalah miniatur masyarakat karena
di dalamnya masyarakat berkumpul dengan semangat egalitarianisme.
Pertubuhan gerakan IkhwanulMuslimin (IM) juga berasal dari
kafe-kafe yang berseliweran tumbuh bak jamur di jantung kota Mesir, Kairo. Melihat
banyaknya kafe dan terbukanya pemikiran individu ketika menyeruput kopi, membuat Hasan Al-banna
mengubah sasaran dakwahnya ke kafe-kafe yang ada. Pada akhirnya IkhwanulMuslimin menjadi gerakan yang besar dan dikenal sebagai gerakan Neo-panislamisme yang
dibawa oleh Jamaluddin Al-afghani, Imam Muhammad Abduh, dan Syekh Rasyid Ridha.
Oleh sebab itu, kafe menjadi semacam momok bagi penguasa yang anti
kritik dan hendak melanggengkan status quo-nya. Kopi dan kafe yang awalnya
hanya berkaitan dengan pikiran mistis telah berkembang dan merambah berbagai
pikiran kesusastraan, keagamaan, politik, sosial dan budaya. Di Mesir kafe
sempat dianggap tempat yang mengganggu eksistensi kekuasaan pemerintah karena
kencangnya arus transformasi pikiran yag ada di dalamnya. Kafe Riche adalah
kafe yang ditutup oleh pemerintah. Hal itu disebabkan karena pada tahun 1972
dari Kafe Riche lahir terdapat seruan dari intelektual dan sastrawan yang
mengkritisi pemerintah Sadat. Dengan penutupan tersebut, masyarakat yang ingin
berkunjung untuk membahas persoalan sastra, budaya dan politik dapat dihalangi.
Dalam hal ini, dikutip dari Majalah Al-iqtishodiyyah (Maqahi
Al-mutsaqqafin Al-arab) Habermas percaya bahwa rahasia kopi dan efek kafe
dalam kehidupan budaya terletak pada karakteristik spasial kafe sebagai ruang
sosial baru. Di kafe individu dapat bertemu dan berkumpul dengan pola yang
terbebas dari kontrol lembaga sosial tradisional terutama keluarga, negara dan
masyarakat sipil.
Kafe menjadi ruang yang komprehensif karena ia ternyata menjadi
tempat yang netral yang terbebas dari sistem subordinasi, kekuasaan, dan
kepentingan ekonomi. Pendapat Habermas tentang kafe barangkali sudah tidak
relevan dengan kondisi saat ini. Tetapi, paling tidak melalui pendapatnya kita
dapat tahu bagaimana bentuk kafe yang ideal yang mampu melahirkan
pikiran-pikiran cemerlang yang menyentuh berbagai lini kehidupan, yaitu kafe
yang menjunjung tinggi semangat egaliter dan keterbukaan berpikir yang tidak
dikontrol oleh kepentingan kekuasaan dan ekonomi.
*Disarikan dari Adab Al-arab dengan penambahan seperlunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar