Sejak kejadian
pembakaran bendera tauhid di Garut beberapa hari lalu, saya tertarik untuk
menelusuri lebih dalam tentang bendera hitam dalam kitab-kitab Hadis. Prof. Nadirsyah
Hosen sebagai bahan bedah dari saya (selanjutnya akan saya ganti dengan kata pengganti penulis) sebenarnya sudah punya tulisan mengenai masalah ini, tapi kurang mantap
rasanya jika tidak ber-ijtihad sendiri dan cuma mengandalkan tulisan orang. Sebagai
seorang pelajar saya berusaha untuk mencari juga, lagi pula kesimpulan Prof.
Nadir bahwa semua hadits yang berkaitan dengan panji hitam adalah hadis-hadis
lemah saya rasa kurang tepat.
Berikut point-point yang bisa saya simpulkan:
1. Warna
Bendera Rasulullah Saw
Semasa
hidupnya, Rasulullah Saw memiliki banyak bendera, yang terdiri dari beberapa
bendera besar (Ar-Rayah) dan bendera kecil (Al-Liwa'). Syekh Yusuf Bin Ismail an-Nabhani
dalam kitab Syamail-nya menyebutkan:
ﻛﺎﻧﺖ
ﺭﺍﻳﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻭ ﻟﻮﺍﺀﻩ ﺍﺑﻴﺾ
" bendera
besar (Rayah) Rasulullah Saw berwarna hitam, sedangkan bendera kecilnya (liwa')
berwarna putih "
Sayyid Muhammad
al-Maliki dalam Tarikhul Hawadits berkata:
ﻭ
ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﺭﺍﻳﺔ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﺍﻟﻌﻘﺎﺏ ﻭ ﺃﺧﺮﻯ ﺻﻔﺮﺍﺀ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻲ ﺩﺍﻭﺩ ﻭ ﺃﺧﺮﻯ
ﺑﻴﻀﺎﺀ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﺍﻟﺰﻳﻨﺔ
"
Rasulullah Saw memiliki bendera hitam yang dinamakan "Al-Uqob",
beliau juga memiliki bendera berwarna kuning seperti keterangan dalam Sunan Abu
Dawud, satu lagi bendera beliau yaitu panji berwarna putih yang dinamakan
"Az-Zinah"
Dari sini bisa
kita ketahui bahwa Rasulullah Saw memiliki beberapa bendera dan juga warna yang
berbeda-beda, bukan melulu hitam saja. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar
bendera-bendera itu digunakan dalam waktu yang berlainan.
(entah kenapa
gerombolan radikal seperti ISIS, Al-Qaeda dll lebih memilih warna hitam dari
pada warna Royah Rasulullah lainnya. kuning misalnya? Hemat saya karena warna
hitam terlihat lebih galak, seram dan sangar, menunjukkan identitas mereka
sebagai kelompok radikal).
Dalam konteks ini harusnya
penulis ingat dalam mustholah Hadits ada qaidah:
الجمع
بين الروايات أولى من إهمال
“Bahwa riwayat
yang banyak itu menguatkan satu sama lain”
Bahkan kalau
ada yg sampai tingkatan syahid atau mutabi' bisa merubah hadits yg dhoif
jadi Hasan lighoirih, hasan jadi Shohih Lighoirih. Ini poin yang
perlu difahami.
Dan perbedaan
warna tidak menafikan satu sama lain, karena sangat mungkin Rosulullah saw
punya beberapa Bendera semasa Kerasulannya.
dan warna apapun
yang dipakai diantara riwayat-riwayat tersebut, selama riwayatnya masih bisa
diambil maka dia telah mengambil salah satu dari warna yang ada pada Rasulullah
saw. Dan bendera hitam termasuk bendera
Nabi Saw.
Hadis-Hadis
tentang warna Royah dan Liwa' memiliki derajat yang tak sama, ada pula satu
hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang berlainan. Hadis Riwayat al-Hakim
yang disebut an-Nabhani diatas memang lemah, bahkan ada yang menyebutnya
sebagai hadis Munkar, hanya saja itu tidak menafikan adanya hadis-hadis lain
yang berderajat hasan bahkan shahih seperti riwayat Imam Tirmidzi:
ﻛﺎﻧﺖ
ﺭﺍﻳﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻣﺮﺑﻌﺔ ﻣﻦ ﻧﻤﺮﺓ ﻗﺎﻝ
ﺳﺄﻟﺖ
ﻣﺤﻤﺪﺍ ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻘﺎﻝ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ
“Bendera Nabi
Saw itu hitam persegi panjang terbuat dari Namirah (kain yang bergaris
hitam putih yang terbuat dari wol dan sejenisnya). Imam Bukhari mengomentai ini
hadis hasan”.
Dan dalam Sunan
Abu Dawud dihukumi Sahih (Hadis No. 2224, Kitab Jihad, Bab rayah).
2. Tulisan dalam
bendera Rasulullah Saw
Hanya ada satu
hadits menurut penulis yang menyatakan panji hitam Rasulullah Saw bertuliskan
kalimat tauhid, itupun dihukumi dhoif yaitu hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan Al-Thabrani dalam
kitab Al-Kabir, Abu Assyaikh dalam kitab Al-Akhlaq (153), dan Al-Haitsami dalam
Majma' Az-Zawaid (5/321). yang berbunyi:
ﻛﺎﻧﺖ
ﺭﺍﻳﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻣﻜﺘﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ
ﺍﻟﻠﻪ
"Royah
Rasulullah Saw berwarna hitam bertuliskan La Ilaha Ilallah Muhammadun
Rasulullah"
Hadits yang
diriwayatkan Abu Assyaikh dinyatakan lemah sanadnya oleh Ibnu Hajar, sedangkan
Al-Haitsami mengomentari hadits yang diriwayatkannya: "semua perawi-nya
shahih kecuali Hayyan Bin Abdillah"
Dan
penulis dalam hal ini mengakui dan pastinya meletakkan gelar prof-nya di
pancung guillotine yang dengan berani menegaskan bahwa hanya satu riwayat yang menunjukkan bahwa
Bendera Nabi ada tulisan kalimat tauhid ditengahnya!?
Saya tanggapi ini
kesimpulan yang sangat terburu-buru dalam Ilmu Hadis, seakan-akan penulis
telah melakukan Hashr (pembatasan). Padahal sulit sekali melakukan Hashr
dalam hadits karena banyaknya Mashodir Haditsiyyah apalagi dari segi periwayatan yang banyak dan juga dari ilmu rijal al-hadits yang begitu banyak perawi.
Sedangkan kalau
kita lihat dalam kitab Nizhom al-Hukumah al-Nabawiyah (al-Tartib
al-Adariyah) halaman 266 “Bahwa bendera Nabi Saw tertulis kalimat La
Ilaha Illallah Muhammadun Rasulullah”
Dan saya yakin akan masih ada banyak lagi hadis tentang ini jika saya mengkaji lagi,tapi saya hanya mendatangkan satu saja sebagai bentuk tanggapan penulis.
3. Fungsi
Bendera (Ar-Rayah dan Al-Liwa') di zaman Rasulullah Saw.
Pertama-tama kita menyampingkan makna kalam khabar dari ulasan ulama tentang pengertian Liwa' dan Rayah yang menyatakan bahwa keduanya adalah simbol pasukan perang yang kemudian hanya boleh dipakai dalam perang, dalam kata lain saya sebagai atribut perang semata, yang kemudian diinterpretasi juga oleh penulis menjadi HANYA
BOLEH dipergunakan ketika perang, dan tidak boleh di kibarkan, dibawa, diarak ketika dalam keadaan damai. maka ini merupakan sebentuk pemahaman yang
berlebihan, tak ubahnya seperti berlebihannya memahami hadits berikut ini:
جعلت
لي الأرض مسجدا وطهورا
" Telah
dijadikan bumi bagiku sebagai Masjid yang suci "
Yang kemudian dipahami
sbb: "Bumi ini HANYA KHUSUS untuk masjid"
Atau sebagaimana
penyimpangan pemahaman terhadap ayat berikut ini :
وجعلنا
من الماء كل شيءٍ حي
"Dan Kami
jadikan setiap makhluk hidup dari air"
Yang lantas
dipahami bahwa semua makhluk hidup itu HANYA DICIPTAKAN dari air!!!
Lagi pula,
perunjukan kalam khabar yang memuat Liwa' dan Rayah baik dalam hadis maupun
ta'rif para ulama, tidaklah menunjuk makna perintah maupun makna larangan, yang
mana khabar itu disampaikan atas dasar kesaksian urf atau adat kebiasaan yg
tengah berlaku kala itu.
Apalagi jika
ditilik qaidah ushul yg berbunyi:
الأصل
في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم
“asal sesuatu
adalah boleh sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”
Maka penggunaan
liwa' dan rayah karena tidak ada dalil sharih satu pun yang melarang
penggunaannya untuk kondisi selain peperangan, maka berdasar qaidah diatas
mesti diperkenankan.
Kedua, kondisi
sosial politik di masa Nabi tentu berbeda dgn kondisi sosial politik umat Islam
di zaman sekarang dimana dewasa ini umat Islam tersekat dlm aturan kenegaraan
dan tradisi kemasyarakatan yang berlainan, yang mana kondisi tadi menggiring
mereka untuk saling menunjukkan eksistensi kebangsaan & kefirqahan mereka
dengan segenap kemudahan fasilitas yang mereka miliki di sembarang tempat dan
kondisi yang mereka ingin termasuk pada even-even yang tidak prinsipil dalam
sudut pandang syariat sekalipun seperti pada upacara ceremonial, peringatan
hari besar, atau karnaval keliling di jalanan.
Dari sini
timbul pertanyaan, bagaimana umat yang sedemikian bisa diperbolehkan dan bahkan
diharuskan untuk mengibarkan bendera yang menjadi simbol primordial bagi kebangsaan
dan perkumpulan masing-masing? sementara bendera Tauhid yang pancaran spiritnya
sanggup menyatukan hati segenap kaum mukminin di seluruh dunia justru dilarang
dan dipandang sebagai barang haram di bumi Sang Empu Kalimat Tauhid itu
sendiri.
Kemudian penulis
mengatakan bahwa bendera tauhid hanya digunakan sewaktu di medan perang saja.
Memang bendera
tersebut sering digunakan saat perang, namun yang menjadi masalah apakah ada
larangan untuk dikibarkan diluar perang?
Kita ingat
kaedah:
ألأصل
في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم
“asal sesuatu
adalah boleh sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”
Selama tidak
ada larangan berarti tidak dilarang, apalagi kalau niatnya meninggikan kalimat
Tauhid. Sesuatu yang mubah kan bisa mendapatkan pahala dengan niat yang baik.
Kalau anda mengatakan
dilarang karena Nabi Saw tidak melakukan itu. Berarti apa bedanya Anda dengan
Wahabi yang mengatakan bahwa maulid tidak boleh karena tidak dilakukan Nabi
saw, Tahlil tidak boleh karena tidak dilakukan Nabi Saw, berarti anda LARI DARI
WAHABI MENJADI WAHABI
Apalagi ulama
besar hadits Al-Hafidz Abdul Hay al-Kattani meriwayatkan bahwa Nabi Saw
kibarkan bendera itu saat fathul makkah, padahal Fathul Makkah tidak dalam
keadaan perang.
Dan Bendera HTI
ada tulisan Hizbuttahrir Indonesia dan kalau bendera Tauhid tidak ada. Andaikatapun
ada bendera HTI, maka silahkan guting tulisan HTI-nya, lalu muliakan tulisan
tauhidnya. Lagi pula, kapolri sudah menegaskan yang dilarang itu bendera HTI, bukan bendera tauhid.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar