Minggu, 15 April 2018

Imam Ramadhan Part III di Mesir

Bumi kinanah menjelma bagaikan tungku panas. Tidak ada lagi yang memakai pakaian musim dingin. Kiranya musim telah berganti. Jadwal waktu Solat Subuh yang dulunya mendekati jam 6 Pagi mulai bergeser mendekati jam 3 Dini Hari.

Itulah pertanda bahwa Bulan Ramdhan semakin dekat. Bulan yang sangat kunantikan. Entah kenapa setiap dekat Bulan Quran ini saya selalu menangis antara bahagia dan sedih. Hal gila yang tidak bisa kuutarakan.

Sore menjelang Maghrib saya pergi ke Khan El-Khalili sekedar jalan sore sambil menikmati keramaian halaman Masjid Sayyidina Husain. Tiap turis wajib untuk datang ke Khan El-Khalili karena disinilah pernak-pernik khas Mesir dijual. Sambil menunggu Azan Maghrib karena selepas itu ada kelompok belajar bersama.

Banyak sekali turis yang lalulalang. Melihat gerak-gerik makhluk-makhluk ciptaan Allah, belajar melalui observasi empiris. Membaca karakter orang sepandai Sherlock Holmes dalam karya novel Sir Arthur Conan Doyle. Terlalu banyak membaca juga itu tidak baik menurutku. Banyak membaca harus juga diimbangi dengan merenung dan banyak observasi lansung. Dengan demikian kita bisa membentuk pandangan sendiri dan tidak sekedar mengikut pendapat orang lain.
          
Selepas Solat Maghrib saya dan teman-teman berkumpul di depan Masjid Husain sesuai janji. Terus menuju ke salah satu rumah teman untuk memulai belajar bersama. Masing-masing kita diberi tugas memberikan materi sebanyak 20 halaman dari diktat kuliah. Secara bergantian. Lumayan lama juga. Sampai jam 00:35 Dini Hari.

Sampainya di flat lantai empat kawasan Darrasa saya niatnya ingin solat Isya kemudian tidur. Tapi tiba-tiba hpku bordering. Ada semua pesan masuk dari Syekh Ridwan dari Thanta. Beliau adalah Dosen Quran di Universitas Thanta. Kapasitasnya dalam bidang al-Quran tidak diragukan lagi.

Ternyata beliau meminta saya untuk menjadi Imam Ramadhan Tahun ini di kawasan Ma’adi. Masuk dalam kawasan Qohirah Jadidah (New Cairo). Dalam novel Habiburrahman El-Shiraezy dijelaskan sekilas tentang kawasan ini. Secara umum kawasan ini berbeda dengan kawasan lain dan unik seperti halnya Zamalek, Madinet Nasr, Tahrir, Downtown. Rumah-rumah kawasan Ma’adi adalah kepemilikan pribadi bukan Gedung Flat yang jamaknya saya temukan di Mesir.

Sebelumnya saya pernah Imam Ramadhan di daerah Muqattam. Gunung yang dalam cerita Kristen pernah dipindahkan Nabi Isa As. Juga saya pernah Imam di Matreya daerah Utara Kairo.
 

END.,

Senin, 09 April 2018

Berharap Jadi Goblin

Pernah nonton drama korea dengan judul “Goblin”?? Drama bergenre romantic yang lumayan buat saya baper dan bertekad memanjangkan rambut untuk meniru gaya rambut pemeran utamanya. Walaupun akhirnya jadi bela dua.

Alurnya bercerita tentang seorang Panglima perang masa baheula yang dihukum tidak mati sampai menemukan cinta sejatinya. Cukup menarik bagi saya. Lebih terkesan menggambarkan reinkarnasi dalam keyakinan Buddha.

Tapi bukan masalah doktrin Agama yang saya bahas. Tapi mengenai umur panjang yang diberikan.
Bagiku pengalaman adalah segalanya. Tentunya dengan hidup yang panjang pasti sudah banyak sekali buku yang kita baca. Kemudian ditopang dengan pengalaman saksi mata pergantian Golden Age tiap Bangsa. Melihat perkembangan Dunia dari Abad sebelum Masehi sampai Abad Milenia saat ini tentu sangat memperkaya keilmuan kita.

Tentu kita pernah mendengar pepatah “Dengarkanlah orang tua karena mereka sudah merasakan asam garam kehidupan ini dan  lebih bijak”. Hal ini benar juga. Karena semakin lama hidup semakin bijak kita memandang. Justru dengan usia yang masih belia kita tidak bisa dengan mudah menentukan jalan kita kecuali dengan bimbingan guru-guru atau orang yang sudah tua.

Semakin panjang umur dan sehat. Ditopang bacaan bertriliun-triliun buku dan kitab, saksi sejarah jatuh bangun semua peradaban, bercengkrama ke seluruh pelosok Negri, menguasai bahasa yang banyak. Jika saya bisa seperti ini. Sayalah orang bijak bestari di dunia ini.

Tentunya juga  dengan gambaran yang seusai di film dramanya yang tidak pernah menua. Jika seandainya umur panjang tapi organ tubuh tidak berfungsi dengan baik apa gunanya hidup lama. Hanya akan menjadi beban bagi orang lain.(HADITS)


Disini saya juga berfikir. Sejauh mana pengalaman Iblis yang diberikan umur panjang oleh Allah untuk menggoda manusia(AYAT). Tentunya dengan jaminan umur yang diberikan Allah iblis jauh lebih berpengalaman dalam menggoda manusia.

Ketika Bersyair Adalah Sebuah Dosa

Puisi memiliki roh yang mampu merasuki setiap jiwa pendengarnya. Sama halnya menyanyi, menari, yang merupakan bentuk ungkapan jiwa.

Puisi tidak selalu bergerak sendiri, karena di dalamnya ada sebuah pendalaman empiris yang diselami dan menggenapi pemaknaan realitas. ia (puisi) menerjemahkan segala ketidak mampuan realitas yang dirasa perlu untuk diungkapkan.

Lahirnya puisi "Ibu Indonesia" yang dibacakan pada pembukaan kongres IV PDIP oleh mantan Presiden Republik Indonesia, Ibu Sukmawati soekarnoputri. Adalah satu dari sekian banyak puisi yang menggambarkan realitas manusia dan kehidupan semesta. Yang harus dan perlu untuk kita refleksikan bersama. Karena aku yakin puisi "Ibu Indonesia" tidak sekedar lahir hanya untuk menyentuh hati pendengarnya. Atau sekedar unjuk diri dengan penggunaan diksi yang tidak biasa.
Ia (puisi) yang tajam, baik ditilik dari segi kultur, kebangsaan dan kebhinekaan.

Dari segi kultur Ibu Mega seakan ingin mengatakan bahwa inilah budaya kita yang mulai tergerus dari masa ke masa. Dimana ketika konde diharamkan. Wanita-wanita dalam perkumpulan ormas islam terbesar yang dulunya berani tampil dalam kongres kebangsaan ataupun keislaman dengan konde dan kebaya kini mulai tergantikan dan menganggap tabu menampilkannya.  Kita semua menyaksikannya. Ketika busana adat mulai dituduh dosa. Ketika wayang dan tari-tari rakyat mulai disebut sesat. Ketika orang-orang semakin bangga membenci saudara sebangsa dan membunuh budayanya sendiri. Mungkinkah Islam di Nusantara kelak bisa memproduksi ekspresi keagamaannya sendiri yang khas Indonesia dan percaya diri? Sekaligus menjaganya kedepan?

Dari segi kebangsaan dia bukanlah orang yang baru dalam pentas kebangsaan. Ayahnya adalah seorang bapak proklamator. Penyeru paham nasionalisme ditiap sudut Indonesia. Dengan PNI (partai nasional Indonesia) membawa partai ayahnya yang berpaham nasionalis sebagai partai keanggotaan terbesar di Indonesia. Tentunya hal itu mengakar dalam sukmawati kecil ketika itu. Dia tau betul apa itu jati diri kebangsaan. Dan puisinya adalah secercah harapan agar ada yang tersisa bagi generasi kedepannya.

Masih lekat di genggaman sang garuda lambang negara kita. Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap satu. Kata-kata yang dinukil dari Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Seakan ia ingin mengatakan ini adalah Kebhinekaan. Berkaca dari kejadian-kejadian di Indonesia yang berada dalam titik nadir krisis Kebhinekaan. Pembakaran masjid di tolikara, penutupan paksa gereja di aceh, peruntuhan paksa patung dewa Kwang kwong di kudus. Yang ia tuangkan kegelisahan itu dalam puisi “ibu Indonesia”

Salahkah Puisi itu?

Sebuah pertanyaan yang seharusnya di jawab dalam perpekstif sastra dan tanpa membenturkannya dengan politik ataupun Islam. Dimana tafsir puisi "Ibu Indonesia" dijadikan senjata politis dan senjata keagamaan untuk membunuh pikiran manusia yang kecanduan birahi politis dan semangat keislaman yang tidak mendasar. Bagaimana mungkin puisi yang merupakan penyelaman atas realitas manusia dan bangsa itu (harus) dipenjarakan?

Puisi-puisi yang dilatar belakangi dan memiliki naluri ke-Indonesia-an sangatlah dibutuhkan dewasa ini. Karena dengan puisi aksara itu menjadi lebih berarti. Karena dengan puisi dapat menyentuh palung hati.

Pada akhirnya, saya acungkan jempol untuk Ibu Sukmawati Soekarno Putri dan puisi "Ibu Indonesia" yang lahir dari Rahim kepekaan pengalaman yang telah menyaksikan perjalanan bangsa ini hingga Abad milenia.