Kamis, 22 Maret 2018

Imam Ramadhan Pertama Di Negri Kinanah

Kaget kepalang saya di buatnya. “benarkah??” tanyaku mendesak. “Iya, kau nanti yang imam di masjid itu.” Senang, takut, khawatir bercampur menjadi satu. Senang karena ini pengalaman yang berharga. Takut karena ini yang pertama. Dan khawatir karena takut salah dan mengimami orang-orang arab yang notabene mengerti bahasa Al quran.

Malam pertama bulan Ramadhan pun tiba. Nervous… ?? pastinya. Karena terlalu gugup akhirnya saya meminta syeikh Muhyi untuk imam solat isya untuk malam ini. Baru Tarwihnya saya. Jadwal kegiatannya pun berbeda. Di Indonesia ceramah dulu baru solat tarawih sampai selesai dilanjut solat witir. Disini tarawih 4 rakaat. Ceramah baru melanjutkan sisanya lengkap dengan witr. Anehnya kita dengar ceramah sambal minum tamar hindi dan kadang-kadang subyan. Tidak tau bahan bakunya darimana tapi enak.

Tiap malam harus setengah juz yang di habiskan. Belum lagi tadarrus. Tapi tetap semangat saja. amanah yag telah di berikan. Walaupun kadang menurun lagi. Tapi saya selalu ingin memberikan yang terbaik bagi Jamaah Mesir. Dan hanya mengharapkan imbalan dari Allah semata.
Terkadang saya agak canggung juga membaca ayat-ayat A-lquran yang mengandung sikap rasis dan sinkritisme dalam Al quran. Sementara saya seorang imam dari jamaah yang Arab tulen. Lahir di Negeri arab dan berbahasa Arab. Sudah pasti paham Bahasa al quran(setidaknya untuk Bahasa-bahasa yang mudah bagi mereka) karena mungkin saja ada Umat lain yang tinggal di sekeliling Masjid yang mendengarnya. Belum lagi ayat-ayat yang oleh media di gembor-gemborkan sebagai ayat-ayat penganjur gerakan terorisme.

Sedikit demi sedikit saya sudah mulai beradaptasi dengan cara-cara tata ibadah masyarakat Msir. Awalnya jelas di koment sana koment sini. Tapi Alhamdulillah sudah terbiasa.

Tidak terasa akhirya sudah sampai di penghujung Bulan Suci Ramadhan. Tidak seperti biasanya. Ramadhan kali ini seperti memberikan bekas tersendiri. Sedih rasanya melepas Bulan Suci Ramadhan. Padahal Ramadhan sebelumnya moment Hari Raya adalah moment yang selalu kunantikan. Yang membuatku membuang jauh-jauh rasa sedih. Entah mengapa. Ini bukan karena jauhku dari keluarga. Bagiku berhari Raya dengan atau tidak dengan keluarga adalah hal yang sudah sering kualami. Bukan juga karena indahnya berhari raya di Indonesia..

Suasana yang kontras akan kita hadapi di Negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia. Itu tidak terlepas dari proses masuknya Islam di Nusantara. Dulu para Ulama menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya yang menghasilkan akulturasi dengan kebudayaan setempat. Bagi Negara-Negara Arab Idul Fitri tidak di sambut terlalu meriah. Justru Idul Adha yang di sambut meriah. Tapi tulisanku tidak bisa menjadi tolak ukur kalian untuk menilai. Karena bisa jadi didaerah pelosok Mesir sana ada yang berbeda. Saya masih seumur jagung di Bumi Kinanah ini untuk memberi penilaian.

5 Agustus 2016 (recovery)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar